Suasana di dusun kiringan, canden, jetis, bantul tak beda dengan desa-desa lainnya di wilayah Bantul. Yang membuatnya beda dengan desa yang lainnya di daerah bantul adalah sebagian besar dari ibu rumah tangganya berprofesi sebagai penjual jamu. Seratus lima belas dari dua ratus lima puluh tiga ibu rumah tangga di dusun Kiringan ini menopang kehidupan perekonomian keluarga dengan berjualan jamu.
Salah satunya adalah suwarni, dia berjualan jamu sudah sejak tahun 1974. Resep jamu ia peroleh dari nenek moyangnya secara turun temurun.
Suwarni memulai aktivitasnya menumbuk rempah-rempah bahan jamu sejak pukul 3 dini hari. Rempah-rempah yang telah direbus pada sore sebelumnya antara lain adalah kunir putih, pace, cabe jawa, kayu manis dan beberapa rempah-rempah yang lainnya.
Sebelum menjajakan jamunya ke berbagai daerah di bantul, suwarni mempersiapkan segala sesuatunya seperti menaruh bahan racikan jamu ke dalam panci, menuangkan jamu yang telah jadi ke dalam botol yang telah tersedia.
Tepat pukul 8 pagi wanita yang pernah memenangkan lomba meracik jamu se-DIY pada tahun 2004 ini telah siap berangkat untuk menjajakan jamu dengan onthelnya, menempuh jarak kiloanmeter di daerah imogiri dan sekitarnya.
Sedikitnya ada 10 jenis jamu yang ia jajakan, dari cabe puyang, beras kencur, kunyit asam, hingga uyub-uyub. Cara penyajian jamunyapun tergolong unik, karena disajikan dalam sebuah cawan yang terbuat dari tempurung kelapa, atau yang sering disebut cawik. Tempurung kelapanya sendiri diyakini dapat menambah khasiat jamu itu sendiri karena mengandung karbon yang berguna untuk kesehatan tubuh.
Selain itu penyajiannya jamu ini diracik ditempat, di depan para pelanggannya, sehingga pelanggannya dapat mengetahui secara langsung apa saja racikan jamunya, serta dapat memilih sendiri racikan jamunya sesuai keinginannya sendiri.
Ditengah maraknya jamu-jamu dan obat-obat buatan pabrik, dusun kiringan masih mempertahankan pembuatan jamunya secara tradisional. Begitu juga dengan para pelanggannya, mereka masih memberikan perhatian pada jamu tradisional kiringan ini.
Pelanggan jamu tradisional kiringan ini dating dari berbagai kalangan. Dari anak kecil hingga orang tua, ibu rumah tangga, orang yang sibuk, hingga ibu menyusui.
Jamu yang sering diminati oleh para pelanggannya adalah uyub-uyub, rata-rata pembelinya adalah para ibu-ibu yang menyusui karena uyub-uyub ini berkhasiat untuk memperlancar asi.
Tidak jarang dari para pembelinya memanfaatkan jamu tradisional ini sebagai pengobatan alternative penyakitnya. Karena jamu tradisional ini dianggap lebih aman daripada obat-obat buatan pabrik.
Selain sebagai pengobatan secara tradisional, jamu tradisional ini digunakan untuk meningkatkan stamina atau hanya sekedar menjaga kesehatan tubuh.
Awalnya warga kiringan yang berjualan jamu tidak banyak sekarang, namun sejak gempa 26 mei 2006 silam menyebabkan para lelaki kehilangan pekerjaannnya. Kesulitan ekonomi pasca gempa menyebabkan para kaum perempuan ikut terjun mencari nafkah untuk menopang ekonomi keluarga.
Semenjak itu mulai banyak warga kiringan yang menjual jamu. Untukmengatur agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat maka sejak 7 januari 2007 para penjual jamu telah bernaung dalam koperasi Seruni Putih didampingi yayasan Mitra Pranata Yogyakarta.
Kegiatan koperasi itu sendiri adalah mengatur area menjual jamu dan harga jamu per cawan yaitu seribu rupiah. Selain itu juga simpan pinjam modal untuk mengembangkan usaha. Koperasi yang beranggotakan 121 orang ini juga mengelola usaha jamu instan yang diproduksi secara berkelompok oleh warga.