Awan hitam menggelayut di Dusun Curik, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Meski demikian, sejak pukul 14.00, ratusan warga dusun di lereng Gunung Wilis itu, baik anak, remaja, maupun orang dewasa, memakai baju terbaik pergi ke Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis.
Mereka hendak melakukan ritual piodalan, yaitu ulang tahun pura. Selain warga dusun, umat Hindu dari daerah lain juga datang. Beberapa orang menuturkan, Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis, yang diresmikan pada tahun 2001, merupakan pura Hindu terlengkap di Pulau Jawa. Salah satu indikator adalah keberadaan meru, bangunan dengan atap ijuk bertingkat tujuh.
Tidak semua pura memiliki meru, karena hal itu sangat bergantung pada izin pemilik alam dalam pandangan pemeluk agama Hindu. Karena itu, Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis dianggap sebagai pusat peribadatan yang sakral bagi umat Hindu.
Ritual piodalan dimulai sejak Sabtu 31 Oktober 2009 dengan meminta izin kepada alam dan penguasa alam. Lalu dilanjutkan dengan mengambil air suci dari tujuh sumber, yakni prayascita, byakala, pengulapan, panglukat, wasuh pada, tirta pasopati, dan tirta pabersihan.
Ritual piodalan dimulai Senin 2 November 2009 dengan permohonan menggunakan air suci, dilanjutkan dengan pembersihan lokasi berupa pencipratan air suci ke semua bangunan di pura.
Tahap selanjutnya adalah pembacaan mantra, memohon penguasa alam agar merestui piodalan, diteruskan dengan ngaturan bakti berupa persembahan tari-tarian dan aneka sesajen, pembacaan mantra serta sembahyang. Tahap berikut adalah mecaru, yaitu memberikan persembahan kepada bumi atau alam, dengan cara mengubur semua sesajen diikuti dengan penancapan batang-batang tebu, dadap, dan janur (daun kelapa), sebagai simbol untuk menetralkan hal-hal buruk demi mencapai keseimbangan.
”Piodalan berarti ’lahir’, dari kata odalan atau medal yang berarti ’keluar’. Berharap melahirkan kebaikan untuk menetralkan hal-hal buruk,” kata Mangku Wilis (33) yang memimpin upacara piodalan.
Mangku Wilis yang bernama asli Damri menambahkan, ritual piodalan rutin dilakukan pemeluk Hindu di dusun itu yang didaftar secara resmi oleh pemerintah pada tahun 1968.
”Pemeluk Hindu di dusun ini sudah ada sejak dulu. Mereka (sisa-sisa) dari zaman Kerajaan Kediri pada masa (Prabu) Airlangga,” kata Mangku Wilis.
Ada 113 keluarga di Dusun Curik, yang terdiri dari 500 jiwa, menjadi pemeluk agama Hindu. Mereka hidup rukun berdampingan dengan pemeluk agama lain yang bertempat tinggal di dusun-dusun sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar